Header Ads Widget



 
Oke, mari kita bahas topik yang sering jadi perdebatan panas ini: cowok manly jadi uke. Banyak yang menganggapnya aneh, bahkan menjijikkan. Tapi, tunggu dulu! Sebelum kamu nge-judge, mari kita telusuri lebih dalam, pahami psikologi di baliknya.
 
Pertama, mari kita sepakati satu hal: "Manly" itu relatif. Apa yang dianggap manly di satu budaya, mungkin gak berlaku di budaya lain. Ada yang menganggap manly itu harus berotot, cuek, dan dominan. Tapi, ada juga yang menganggap manly itu bisa lembut, sensitif, dan penyayang.
 
Nah, kalau kita bicara tentang uke, ini lebih ke peran dalam hubungan, bukan soal "ke-manly-an". Uke biasanya lebih pasif, lembut, dan cenderung menerima dalam hubungan. Gak ada hubungannya dengan "kekurangan" atau "kelemahan".
 
Bayangin aja, kayak dalam tim sepak bola. Ada striker yang agresif, ada juga gelandang yang mengatur tempo permainan. Keduanya penting, dan gak ada yang lebih "jantan" dari yang lain.
 
Lalu, kenapa banyak cowok yang merasa gak nyaman dengan peran uke? Ini karena stereotip gender yang masih kuat di masyarakat. Kita diajarkan sejak kecil bahwa cowok harus kuat, dominan, dan gak boleh cengeng.
 
Padahal, psikologi menunjukkan bahwa setiap orang punya sisi maskulin dan feminin dalam dirinya. Gak ada yang salah dengan itu. Cowok bisa punya sisi sensitif, dan cewek bisa punya sisi agresif.
 
Jadi, kalau ada cowok yang merasa nyaman dengan peran uke, gak perlu dihakimi. Itu tandanya dia menghargai sisi feminin dalam dirinya, dan gak terjebak dalam stereotip gender yang sempit.
 
Yang penting adalah saling menghargai dan menghormati pilihan masing-masing. Gak perlu rumit, gak perlu dibesar-besarkan.
 
Ingat, hubungan yang sehat adalah hubungan yang saling mendukung dan menghargai, terlepas dari peran atau identitas gender masing-masing.

Post a Comment

Kasih koment di sini bro, met nikmatin isi blognya ya, keep safety