Jam menunjukkan lewat tengah malam. Kota mulai tidur, tapi sebagian orang justru baru punya waktu bernapas—termasuk untuk olahraga.
Pertanyaannya bukan soal niat, melainkan soal efeknya pada tubuh.
Apakah olahraga di atas jam 12 malam aman dan bermanfaat, atau justru seperti minum kopi sebelum tidur lalu berharap cepat terlelap?
Secara fisiologis, tubuh manusia punya ritme sirkadian—jam biologis yang mengatur kapan kita terjaga dan kapan beristirahat.
Di malam hari, hormon melatonin meningkat untuk mempersiapkan tidur, suhu tubuh menurun, dan sistem saraf condong ke mode pemulihan.
Olahraga, terutama yang intens, melakukan hal sebaliknya: menaikkan denyut jantung, suhu tubuh, dan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol.
Akibatnya, sebagian orang jadi sulit tidur atau kualitas tidurnya menurun.
Namun, sains jarang hitam-putih. Dampak olahraga larut malam sangat bergantung pada jenis, durasi, dan intensitasnya—serta kebiasaan individu.
Olahraga ringan hingga sedang, seperti stretching, yoga, jalan santai, atau latihan beban ringan, relatif aman dilakukan setelah tengah malam.
Aktivitas ini bahkan bisa membantu melepas ketegangan setelah hari panjang yang melelahkan.
Yang perlu dihindari adalah latihan intensitas tinggi (HIIT, sprint, cardio berat) karena berpotensi mengacaukan tidur.
Ada juga faktor adaptasi. Tubuh itu makhluk yang pandai belajar. Pada pekerja malam atau mahasiswa dengan jadwal padat, tubuh bisa menyesuaikan pola jika dilakukan konsisten.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada individu tertentu, olahraga malam tidak selalu mengganggu tidur, asalkan ada jeda 60–90 menit sebelum tidur dan diikuti rutinitas pendinginan yang baik.
Risiko tetap ada. Olahraga larut malam meningkatkan kemungkinan cedera karena koordinasi dan kewaspadaan menurun saat tubuh lelah.
Selain itu, jika olahraga membuat tidur berkurang, efek jangka panjangnya bisa serius: gangguan metabolisme, penurunan imunitas, hingga penurunan performa kognitif.
Ironis—olahraga demi sehat, tapi tidur dikorbankan.
Rekomendasinya sederhana dan realistis. Jika hanya bisa olahraga di atas jam 12 malam, pilih intensitas rendah–sedang, durasi 20–40 menit, akhiri dengan pendinginan dan peregangan, hindari kafein, dan beri waktu tubuh untuk “turun mesin” sebelum tidur.
Konsistensi lebih penting daripada jam ideal yang hanya hidup di poster motivasi.
Kesimpulannya, olahraga lewat tengah malam bukan dosa biologis, tapi juga bukan pilihan terbaik. Ia adalah kompromi.
Selama dilakukan dengan cerdas, tubuh masih bisa diajak kerja sama—asal jangan disuruh lembur terus tanpa tidur yang layak. Tubuh bukan mesin diesel; dia butuh istirahat untuk tetap kuat.
