Dalam kajian psikologi seksualitas modern, hubungan romantis sesama jenis tidak otomatis menandai orientasi seseorang sebagai homoseksual.
Seksualitas manusia bersifat spektrum dan dinamis, sehingga perilaku, preferensi emosional, dan identitas tidak selalu bergerak dalam satu garis lurus.
Fenomena laki-laki yang menjalin hubungan dengan laki-laki lain tanpa mengidentifikasi diri sebagai gay telah diamati dalam berbagai penelitian lintas budaya.
Fenomena ini tidak dianggap penyimpangan, melainkan ekspresi variasi dorongan sosial, emosional, dan seksual yang kompleks.
Empat faktor berikut menjelaskan kemungkinan mengapa seseorang bisa memiliki pacar sesama cowok tanpa otomatis masuk kategori gay.
-00-
Pertama, seseorang bisa saja memiliki orientasi biseksual. Biseksualitas didefinisikan sebagai ketertarikan emosional atau seksual kepada lebih dari satu jenis kelamin.
Banyak individu biseksual tidak tampil “terlihat” sebagai biseksual karena hubungan mereka sering terbaca sebagai hubungan heteroseksual atau homoseksual, tergantung pasangan saat itu.
Dalam psikologi, perilaku tidak selalu mencerminkan seluruh spektrum orientasi seseorang. Seseorang yang sedang berpasangan dengan laki-laki bisa tetap memiliki ketertarikan stabil terhadap perempuan, namun momen hidup, faktor emosional, atau kenyamanan tertentu membuatnya memilih hubungan sesama jenis.
Biseksualitas juga memiliki variasi intensitas: ada yang lebih condong ke satu jenis kelamin, ada yang seimbang. Karena itu, memiliki pacar sesama laki-laki tidak otomatis menetapkan orientasi tunggal.
-00-
Kedua, ada kasus di mana hubungan sesama cowok bersifat short relationship atau hubungan jangka pendek.
Hubungan semacam ini dapat muncul dari rasa ingin tahu, kebutuhan emosional sesaat, fase eksperimen masa remaja atau dewasa muda, hingga situasi lingkungan tertentu seperti kecenderungan mencari kedekatan saat berada di ruang sosial homogen gender.
Psikologi perkembangan mencatat bahwa eksplorasi semacam ini umum terjadi dan tidak selalu berlanjut menjadi identitas seksual permanen. Dalam konteks ini, hubungan terjadi karena faktor situasional, bukan orientasi mendasar.
-00-
Ketiga, hubungan sesama cowok kadang muncul sebagai bentuk variasi friendship. Dalam beberapa kultur, kedekatan emosional antara laki-laki bisa muncul dalam bentuk yang bagi kultur lain dianggap romantis.
Hubungan yang intens, eksklusif, dengan sentuhan romantis ringan atau aktivitas “seperti pacaran” dapat terjadi tanpa keinginan seksual.
Fenomena ini sebagai homosocial bonding, yaitu kedekatan emosional kuat dalam kelompok gender yang sama. Ketika batas pertemanan dan romantisme samar, sebuah hubungan bisa tampak seperti pacaran meski tidak didasari orientasi homoseksual.
-00-
Keempat, beberapa hubungan sesama jenis bersifat fantasional, yakni memenuhi kebutuhan imajinatif, validasi emosional, atau pelarian psikologis, namun tidak diniatkan untuk berlanjut ke komitmen jangka panjang seperti pernikahan.
Bentuk hubungan seperti ini dapat berakar dari keinginan dicintai, rasa aman bersama sosok yang bisa memahami perspektif maskulin, atau imajinasi romantik yang tidak selalu berkaitan dengan orientasi seksual inti.
Dalam sosiologi, ini dianggap sebagai pemenuhan kebutuhan kedekatan emosional, bukan deklarasi orientasi.
Kesimpulannya, hubungan romantis antar cowok tidak otomatis memetakan orientasi seseorang sebagai gay.
Seksualitas bersifat berlapis, dipengaruhi biologi, psikologi, dan sosial. Memahami keragaman ini membantu melihat manusia sebagai makhluk dengan dorongan dan kebutuhan yang lebih luas daripada sekadar kategori identitas.